‘IMPIAN’ menjadi motivasi terbesar, bisa kah? (1)

‘IMPIAN’ menjadi motivasi terbesar, bisa kah?

Bagi sebagian orang, IMPIAN menjadi salah satu harapan yang masih ada ketika misalkan saat ini ia masih berada di tahap yang biasa-biasa saja untuk menjadi lebih baik. Bagaimana tidak, banyak cerita-cerita tentang orang-orang yang mempunyai impian lalu berhasil mewujudkannya. Manusia cenderung akan melihat seseorang ketika seorang tersebut berhasil, misalnya berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, berhasil meraih impiannya atau berhasil sukses menurut standar masyarakat. Mereka yang di luar kategori itu? Tidak banyak yang mau meliriknya. Apalagi mau menceritakannya. Hal inilah yang menyebabkan cerita-cerita motivasi menjadi salah satu penyemangat bagi orang-orang yang sedang berjuang mewujudkan impiannya. Apapun itu.

Cerita orang-orang yang gagal atau orang-orang biasa? Siapa yang mau mendengar ceritanya. Kecuali, Novel Karya Andrea Hirata: “Orang-orang Biasa”. Hhee. Novelnya bagus, sila yang mau membacanya.


Menjadikan impian sebagai salah satu motivasi memang sangat berpengaruh bagi setiap orang. Tapi tentunya, pengaruhnya akan berbeda-beda tergantung orangnya dan takdir dariNya. Saya termasuk salah satu orang yang berhasil mewujudkan salah satu impian saya, misalnya. Saya cerita sedikit.

Kenangan masa kecil saya sebagian besar diisi oleh kenangan tentang hari minggu ketika menyaksikan kartun di televisi. Dari pagi hingga siang, acara kartun terus menghiasi. Ada banyak momen yang menggambarkan keindahan Negara Jepang. Itu sangat membekas sekali. Apalagi, kisah-kisah tentang kemajuan teknologi di Jepang saat itu sangat terkenal sekali. Karena mungkin saya tidak begitu senang mempelajari sejarah (yang banyak menghafal tanggal), jadi kisah tentang bagaimana jepang menjajah Indonesia tidak begitu berbekas.

Hari berganti. Usiapun terus bertambah. Tahun ke tahun. Ketika sudah memasuki usia belasan, saya yang masih sangat polos membuat tabungan bambu. Tabungan itu bertuliskan “Go to Japan”. Seingat saya, itu dibuat ketika masih di Madrasah Tsanawiyah. Mengapa sampai terpikirkan? Yaa, kurang tahu juga. Mungkin karena membuat impian itu memang gratis. Dan ketika itu, tidak terpikirkan juga bagaimana cara meraihnya. Mimpi dulu saja. Terwujud atau tidak tidak pernah terpikirkan.

Di masa itu pun, saya sering pergi ke warnet (warung internet). Ketika itu, karena masih di pondok, jadi tidak bisa boleh pegang handphone. Dan tidak punya juga. Berbeda dengan saat ini. Perkembangannya sudah jauuh sekali berubah. Mulailah saya berlajar sedikit-sedikit bahasa Jepang. Yah, belajar-belajar saja. Tidak ada motivasi apa pun. Bermimpi-bermimpi saja, tidak ada motivasi lainnya.

Suasana Kuil Asakusa, Tokyo, Jepang

Singkat cerita, akhirnya di tahun 2018, saya pertama kali menginjakkan kaki di Negeri Jepang. Kesempatan itu alhamdulillah bisa menjadi motivasi dan menyadarkan diri bahwa

“Jika kita terus mencari ilmu, kita tidak akan tahu, ilmu kita itu akan membawa kita ke mana. IA selalu punya cara”

#AJ

Tulisan saya tentang mimpi ke jepang juga bisa dibaca di:

***Bersambung***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *