Sempat

Kesempatan itu selalu ada. Hanya saja, pertanyaannya, kita mau membuatnya atau tidak. 🌿🌸

Jika kita sudah berniat kuat untuk membuatnya, dan berusaha sebaik mungkin. Maka, alam akan menunjukkan jalannya untuk kita.

Tidak perduli seberapa sedikit peluangnya. Asalkan tidak menyerah, masih selalu ada jalan.


Menyempatkan juga berarti fokus mengerjakan apa yang kita inginkan itu. Dengan sendirinya, yang tidak dibutuhkan tentunya tidak akan kita kerjakan karena kita mencurahkan seluruh perhatian dan waktu untuk apa yang kita inginkan itu. Kita tidak akan mudah menyerah. Menyerah itu opsi terakhir.

Karena memang, sebaliknya. Jika di pikiran kita saja kita sudah menyerah, bagaimana mungkin kita bisa berbuat lebih jauh? Jika di pikiran saja kita tidak mau mencari jalannya, bagaimana mungkin jalannya akan terbuka untuk diusahakan? Jika menyerah, pikiran kita tidak akan berusaha lagi untuk mencari jalan yang bisa ditempuh. Dan sebaliknya, jika masih belum menyerah, jalannya akan terus dicari. Ya, setidaknya, kita akan selalu berada jauh lebih depan dibandingkan dengan yang menyerah begitu saja.


Saya teringat videonya Panji Pragiwaksono, kau bisa tonton di tautan berikut: https://youtu.be/QgU8SYIsMsI

Video tersebut tentang menyerah untuk menyerah. Pandji menceritakan kisahnya yang sudah menyerah, namun pada akhirnya dia sadar masih ada kesempatan. Jadi ia menyerah untuk menyerah. ☘️🌸

Intinya begini, kita ini kan tidak tahu keberuntungan kita. Seberapa jauh kita akan terus menerus beruntung. Jadi, yang bisa diusahakan adalah usaha keras kita untuk terus mencari jalan. Masalah di tengah atau di akhir nantinya kita dilimpahi keberuntungan, itu adalah bonus darinya. Tapi jika kita hanya harapkan keberuntungan di awal, kita mungkin tidak akan pernah mendapatkannya.☘️

Mari kita buat saja keberuntungan kita sendiri. Sempatkan berusaha untuk mendapatkan apa yang kita harapkan, sebaik mungkin usaha kita. Kan nanti Dia yang akan sediakan keberuntungan untuk kita. Jadi jangan khawatir

Semangaat.. ^^

Jadi, mari menjadi orang yang tidak mengandalkan keberuntungan, tapi mari kita paksa keberuntungan itu datang dengan usaha kita.. 😊👍🌸

Cheers guys

Simpulan

Perjalanan panjang, tidak bisa hanya dinilai ketika masih di setengah perjalanannya. 🙂 ☘️🌸🌿

Kita lebih sering terlalu cepat mengambil simpulan. Padahal, kita belum melihat seutuhnya

Bisa jadi, kita akan mendapatkan simpulan yang salah.

Kau tahu, seseorang mungkin sedang dalam proses mendapatkan apa yang mereka perjuangkan. Sedikit lagi akan mendapatkannya. Tapi jika kita terlalu cepat mengambil simpulan, yang kita lihat ketika itu adalah ia tidak mendapatkannya. Bahkan kita menyangka ia tidak berbuat apa-apa. Yang ia lakukan belum maksimal


Jadi, yaaa, jangan dengar kata orang lain yan menganggap Kita tidak berusaha. Kita berjuang dengan cara kita, dan akan mendapatkan apa yang kita usahakan.

Cheers guys.. 🌸☘️😊

“Wahai Ibu” #PuisiHZ

🍀🌸❄

Wahai ibu…

Cintamu telah kau limpahkan sepenuh hati,, dengan apa mesti aku balas air susumu?!

Keringat dan air mata yang engkau tumpahkan, adalah sungai pelayaran aku menuju lautan..

Maka,, dengan darah ku basuh dosa anakmu ini..

Ibuu,, kau merawat ku saat aku sakit hingga aku sehat kembali.

Tiada yang bisa menggantikan dirimu di dunia ini.


Ibu,,,

Maafkanlah karena aku tak dapat membalas jasa-jasamu kepadaku

Sungguh besar kasih sayang dan pengorbanan mu yang engkau berikan dengan tulus, tanpa pamrih kepadaku..

Bila Allah telah berkenan mengambil diri dan jiwa ini,

Maka keridhoan mu adalah saksi bisu bagiku…

Semoga Allah mempertemukan kita di jannah-Nya. Amiin Yaa Robbal’aalamiin

Sumber: anonim karena lupa.

Oleh: #HaipaZuhala

‘IMPIAN’ menjadi motivasi terbesar, bisa kah? (2)

Selamat pagi, kawan.

Semoga sehat selalu dan semoga dimudahkan untuk berbahagia..

(Mengutip dari Ibu Lya Fahmi https://www.facebook.com/mufliha.fahmi)

Saya lanjutkan tulisan sebelumnya, ya..


Sejak saat itu, impian-impian lainnya mulai muncul. Banyak sekali. Dari yang ada kemungkinan untuk dicapai, hingga yang tingkat kemungkinannya mustahil. Maklum, seiring bertambahnya usia dan pengalaman, maka sedikit bertambah pula rasionalitas tentang keadaan yang dihadapi.

Sejak itu, muncul juga kekhawatiran-kekhawatiran lainnya. Ya, tentang impian-impian itu.

Pokoknya, ada sesuatu yang masih kurang pas. Tentang konsep impian yang saya pahami. Tentang takdir yang saya imani. Tentang bagaimana menyikapi ketika tidak tewujud. Tentang bagaimana niat awal ketika melangkah untuk mewujudkan impian itu. Tentang bagaimana mengatasi kekecewaan ketika pada kenyataannya, tidak bisa selalu terwujud. Tentang bagaimana untuk terus bermimpi, namun tetap bisa selalu bersyukur.

Pertanya-pertanyaan itu, paling tidak menurut saya pribadi, sedikit terjawab dari status WA Kiai dari Jombang yang pernah belajar di Australia Natioanal University. Berikut kira-kira kutipan beliau:

X: Apa impian yang ingin anda capai, Mas?

Y: Nggak ada. Saya ngga punya impian yang pengen dicapai. Ada sih beberapa keinginan tapi itupun ngga banyak dan ngga sampai impian juga. Kalau terwujud ya alhamdulillah, ngga juga biasa aja.

X: Berarti hidup anda kurang motivasi?

Y: Justru sebaliknya. Saya selamat dari ketakutan2 yang tidak perlu, termasuk takut untuk bersikap sesuai kebenaran yang saya yakini karena kuatir ada orang tidak suka lalu berbuat sesuatu yang membuat impian saya tidak terwujud.

X: Tapi sebenarnya kan impian2 itu yang jadi motivasi kita, Mas?

Y: Kalau saya ngga gitu melihatnya. Saya ngga perlu menjadikan hal yang abstrak, belum terjadi dan tidak nyata sebagai sumber motivasi saya. Lihat sekeliling kita. Semua yang sudah ada dan kita punya menurut saya itu yang mestinya jadi motivasi karena motivasi terbaik adalah rasa syukur. Lagipula, kalau impian yang jadi motivasi anda, ada kemungkinan anda bisa jadi kecewa nantinya. Kemudian ketika impian itu menguasai anda, anda akan rela untuk merendahkan diri secara berlebihan kepada manusia lain hingga kehilangan martabat demi mencapai impian2 itu.

X: Berarti sebenarnya anda ini cuma takut kecewa aja menurut saya ma.

Y: Kalau kecewa di sini maksudnya dalah gagal atau harapan yang tidak terwujud, saya ngga takut sama sekali. Dalam hidup, sukses dan gagal adalah biasa karena semua itu bukan kita yang tentukan. Kita hanya bisa tentukan sebatas prosesnya saja. Nah, kecewa yang saya takut kalau saya kemudian kehilangan jatidiri saya sebagai manusia seperti merendahkan diri secara berlebihan, membenarkan yang salahm atau menggadaikan kebenaran dan keyakinan hanya demi tercapainya impian saya. Kalau ini semua saya lakukan, saya bukan lagi seorang manusia. Dan saya ngga mau itu terjadi.

Keramainan di Asakusa Temple

Jadi seperti itulah. Rasa Syukur haruslah menjadi motivasi terbesar kita.

Sekian untuk tulisan kali ini, Salam…

Betapa Kecil – Kita

#Tanpa dipikirkan pun, kita tidak tahu apa-apa.. ❄🌸🍃

Dalam banyak ceramahnya, Gus Baha sering kali mengingatkan kita semua yang mendengarkan ceramah beliau bahwa kita ini sudah semestinya selalu terkagum-kagum akan ciptaanNya. Tidak perlu menunggu adanya meteor jatuh ataupun menunggu adanya alien datang ke bumi, menunggu melihat aurora di kutub sana, melihat sunset ataupun sunrise di pinggir pantai untuk mengucapkan Subhanallah – memujiNya. Sederhana, cukup lihat makhluk yang kecil saja. Misalnya Nyamuk. Kita, bisa atau tidak membuatnya mirip dengan detil-detilnya? Bagaimana sistem kerjanya yang kecil itu? dll dll.

Sehingga, beliau mengutip perkataan Imam Ali, “Di akhirat nanti, iman q takkan bertambah meski menyaksikan banyak keagunganNya. Bukan kah dalam keseharian kita pun penuh dengan keajaiban, keagunganNya?”

###

Baiklah, maaf, pembukanya terlalu panjang.. 🙂


Mendengarkan mereka yang benar-benar berilmu, yang benar-benar ahli di Bidangnya menjadikan kita tahu diri, seberapa kecil kita dan seberapa besar IA.

Tema yang menarik ini membahas tentang dunia dari yang terkecil yang sekarang diketahui oleh manusia dengan bantuan ilmu pengetahuan, sampai ilmu tentang seberapa besar semesta yang kita tinggali saat ini. Ilmu ini tentu akan berkembang, dan kita akan lebih tidak ada apa-apanya.

Bagian terkecil dari kehidupan ini adalah Quarks dan Leptons. Ukurannya kurang dari 10-18 m. Bayangkan sendiri, seberapa kecil bagian ini. Satu meter dibagi satu+nolnya 18. Kemudian, bagian yang paling besar yang bisa diamati dengan ilmu pengetahuan saat ini adalah 1026 m. Di antara ‘dunia’ yang ada di semesta ini, kita berada pada dunia Mesoskopik. Kita berada di tengah-tengah antara dunia terkecil dan terbesar.

Ada begitu banyak hal yang dipelajari sari ini semua. Kau tahu kawan, yang baru bisa kita amati dari materi yang dikenal di bidang fisika hanyalah sebanyak 4,2%. Sisanya adalah bagian semesta yang belum dapat kita fahami atau dengan kata lain, 96% of universe contents not known. Beruntungnya, ada karakter hukum alam yang diikuti oleh semua materi di semesta. Contohnya, gaya gravitasi. Ini salah satu hukum alam yang bisa dipelajari manusia.

Di atas adalah ringkasan materi oleh Prof. Husin Alatas sebagai pemateri pertama.

Beliau juga menambahkan,,

||| Dengan kalimat penutup “… Now I know that I knew nothing..” Artinya, sekarang, saya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa (tentang dunia ini) |||

Serangga yang pura-pura mati di dekat halte, Asrama Ichinoya, Tsukuba-shi, Japan

Pembicara kedua adalah Prof. Antonius Suwanto. Bidang keahlian beliau adalah Bakteri.

Beliau membuka dengan kalimat “Microbes: Our invicible – Invincible partners”. Ah,, carilah sendiri artinya.

Selanjutnya, beliau kemudian menjelaskan bahwa bakteri adalah bagian dari kehidupan kita yang tidak banyak kita sadari. Padahal, jumlah bakteri dalam tubuh kita lebih banyak dibandingkan dengan jumlah sel kita.. Jumlah sel di tubuh kita lebih kurang 10.000.000.000.000 sel, sedangkan jumlah bakteri dalam tubuh kita sepuluh kali lipatnya. Bisa dibayangkan.

Pengetahuan umum kita tentang sumber energi utama adalah matahari, mungkin perlu dikoreksi lagi. Bahwa, di tempat yang tidak terkena sinar matahari pun, masih terdapat kehidupan.

Beliau menutup, “You are your bacteria”. Intinya, kita juga terdiri atas sekumpulan bakteri. Ada saatnya juga, bakteri di tubuh kita memengaruhi otak kita berpikir. Memang luar biasa.

Pembicara terakhir adalah Dr. Rilus,,

Beliau merangkum semua materi dari awal, kemudian beliau menyampaikan,

“Dalam diri kita, terdapat I and me. Bagian ‘I’, lebih independen dan kreatif sedangkan bagian ‘me’, kita sebagai objek.”

Akhirnyaaa,,

Semakin kita belajar, semakin kita tidak mudah menjawab pertanyaan dan semakin kita sadar bahwa semakin diri kita tidak banyak mengetahui. Pada akhirnya, semoga semua ilmu yang kita dapatkan menjadikan kita lebih dekat denganNya.

#Repost tulisan 19-02-19

Sederhana dalam Hidup

🌺🍃🍂

Sebuah kata yang untuk mencapainya, butuh latihan panjang. Sederhana memandang hidup akan bisa kita rasakan setelah melewati banyak hal. Jika sederhana yang tidak mau tahu, ya bisa kapan saja. Bisa siapa saja. Tapi sederhana yang anggun, tidak banyak yang bisa. Tidak mudah diraih. Butuh melewati banyak hal.

Kesederhanaan akan sempurna dengan hati yang damai, hati yang lapang, perasaan yang tidak mudah menghakimi dan menilai. Yang terpenting, sederhana memandang kehidupan di dunia ini, yaitu dengan hanya harus menjadi hambaNya. Hanya jadi hambaNya.. 🍁🌸☺❄

Sang Idealis Matematika – Review Novel Guru Aini (2)

🍁🌸❄

“Matematika itu menarik. Jika bisa ditemukan. Kau hanya perlu menemukan saat menarik itu”

Kalimat di atas terdengar klise. Tapi memang benar bagi sebagian orang. Bagi sebagian lainnya, ia akan tetap menjadi bidang ilmu yang cukup sering dijauhi. Dilirik pun tidak. Tapi ingat saja, dasar-dasarnya itu penting. Jadi jangan menjauhinya terlalu jauh.

Novel Guru Aini ini bercerita tentang perjuangan Bu Desi mengajarkan matematika. Ia terinspirasi dari gurunya dahulu yang mengajar matematika dengan menyenangkan. Tekadnya mulai tumbuh ketika itu sehingga ia mengambil sekolah kedinasan guru matematika. Sebagai pemuda, Bu Guru Desi punya idealisme tinggi. Banyak cobaannya memang. Idealismenya harus tetap dipertahakan. Pernah ia hampir akan melepaskan idealismenya, tapi tidak jadi.


Ketika sudah sampai dengan bersusah payah di tempat Bu Guru Desi bertugas, ia terkenal Guru yang eksentrik dan masih idealis. Sampai seterusnya, ia memegang prinsipnya. Ia percaya, kemiskinan dan kepercayaan diri yang rendah membuat mereka selalu merasa hal-hal akademik yang hebat akan selalu menjadi milik orang lain, milik orang kota, milik anak-anak cemerlang di sekolah-sekolah hebat. Ia bertekad akan menemukan seorang jenius matematika untuk dididiknya langsung. Ini bukan melulu soal matematika, ini soal keberanian bermimpi. Ibu Desi lalu membuat janjinya.

Aku akan terus memakai sepatu olah raga pemberian ayahku sampai anak jenius matematika itu di kampung Ketumbi ini dapat kutemukan.

Waktu terus berlalu. Ia punya sahabat Laila tempatnya berkisah tentang masalah dan cita-citanya.

“Seorang guru matematika haruslah menjadi seorang idealis, Laila, begitu pendapatku”.

Ia melanjutkan:” Tanpa idealisme, matematika akan menjadi lembah kematian pendidikan”

#Novel Guru Aini

Gantungan kunci di Asakusa

Sayangnya, dari kelas yang satu ke kelas lainnya, tahun ajaran terus berganti, anak jenius seperti yang diharapkannya tak kunjung ditemukannya di Kampung Ketumbi. Dan ternyata juga, nasib yang sama dialami oleh teman-teman lainnya yang dikirim ke sekolah-sekolah lain.

Masih idealis, Bu Desi juga berpendapat: “Kemampuan matematika itu tidak dilahirkan, Laila, tapi dibentuk”

Sayang seribu sayang, selama bertahun-tahun, ia belum juga menemukan si jenius matematika.

Bersambung 🍁🌸❄

Salam,

Melanjutkan Studi PhD, sepertinya Menarik

“Tanpa mimpi, orang seperti kita akan mati… – Arai” ❄🍀🌸😊

“Pesimistik tidak lebih daripada sikap takbur mendahului nasib.”

#Pak Cik Andrea Hirata; Sang Pemimpi

“Jika kau tidak mengambil resiko, kau tidak akan bisa menciptakan masa depan” #Monkey D. Luffy


Judul di atas hanyalah pemanis. Kenyataannya, tidak akan mudah, harus diakui. Tapi tidak juga mustahil, pasti ada kemungkinan. Semangat. ❄☘🌸

Saya terlahir di keluarga yang tidak terlalu mengerti tentang seberapa sulit perjuangan memperoleh pendidikan yang tinggi. Tapi mereka selalu mendo’akan dan tidak ada acara berlebihan setelah berhasil menempuh pendidikan Strata-2. Dan saya mensyukurinya. Bersyukur karena saya bisa selalu menjadi sederhana saja.

Meskipun begitu, beberapa hari ini, tekad saya untuk melanjutkan lagi pendidikan saya mulai tumbuh lagi. Saya merasa bahwa saya bisa mempertahankan keinginan saya ini. Tidak untuk tahun ini karena saya rasa masih kecil kemungkinannya. Mungkin tahun depan. Jika tidak, tahun depan lagi. Jika tidak, tahun depannya lagi. Saya akan memperjuangkan dan mempersiapkannya dengan baik. Mohon do’a agar konsisten.

Bukan kenapa-kenapa. Saya hanya ingin membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa saya bisa melakukannya dan bisa menghargai pemberian-Nya. Bahwa saya bisa meraihnya. Seperti kata Pak Cik Andrea Hirata:

 “Orang-orang itu telah melupakan bahwa belajar tidaklah melulu untuk mengejar dan membuktikan sesuatu, namun belajar itu sendiri, adalah perayaan dan penghargaan pada diri sendiri. (hlm. 197)” #Andrea Hirata

Pemandangan Kuil di Asakusa Temple, Tokyo. Gambar diambil ketika mengikuti kegiatan SPR Tsukuba. Semoga bisa balik lagi. ^_^

🌸❄🍀

Saya memiliki keyakinan bahwa studi doktoral tidak akan semudah studi magister. Butuh persiapan yang benar-benar matang. Persiapan niat. Persiapan bahasa. Persiapan mental. Persiapan tenaga. Persiapan kekuatan untuk konsisten. Resilience. Enthusiasm. Persiapan ketekunan untuk belajar dan beradaptasi. Dan persiapan-persiapan lainnya. Jadi, tentu harus dari awal dan harus disiapkan bertahun-tahun.

Saya menyadari bahwa diri saya saat ini masih jauh dari kata siap untuk menempuh studi doktoral. Bahasa inggris misalnya, masih jauh. Jika hanya sekadar listening dan reading, mungkin masih lumayan. Tapi speaking dan writing saya masih jauh dari kata siap. Oleh karena itulah, saya akan mempersiapkannya mulai dari sekarang.  

Mohon Izin kepada Pemilik Semesta juga penting. IA yang menguasai segalanya. Mohon izin setiap ada kesempatan. Setelah itu, mohon izin orang tua dan guru. Ini tidak boleh lupa.

Persiapan niat juga tidak kalah penting. Niat kita dari awal selalu menentukan bagaimana kita akan menjalani sesuatu. Niat hendaknya tidak hanya untuk kepentingan diri sendiri saja, tapi sebisa mungkin dapat membawa banyak manfaat bagi sekitar ketika sudah selesai menempuhnya. Yang lebih penting dari itu, niat karena Allah SWT. Ini yang paling penting karena belajar itu sesungguhnya untuk semakin mengenal-Nya. Tidak ada yang lain. Jika kita belajar dan memiliki pengetahuan yang sangat luas, tapi itu semakin menjauhkan diri kita dari mengingat-Nya atau kita lupa sama sekali, maka itu tidak ada artinya. Melanjutkan studi itu juga bagian dari ibadah. Kita sedang mengemban tugas mulia dari Allah SWT untuk mensyukuri nikmat akal yang diberikan-Nya dan untuk membaca tanda-tanda yang dihamparkan-Nya di semesta ini. Semakin kita banyak mempelajari sesuatu, hendaknya membuat kita semakin yakin dengan kekuasan Allah SWT.


Dalam pandangan saya pribadi, melanjutkan studi doktoral jika kita merasa mampu juga merupakan bentuk syukur kita kepada Allah SWT. Bagaimana tidak, semua manusia diberikan potensi yang sama untuk mendapatkan sesuatu, tapi tidak semua ditakdirkan untuk bisa memperoleh sesuatu tersebut. Jika kau merasa mampu melakukannya, lakukan dan perjuangkan. Itu adalah bentuk syukurmu terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.

🍁🌸🍀❄

Tulisan ini tidak begitu rapi, kan. Tidak apa-apa lah ya. Ini adalah catatan awal. Tulisan di blog ini semoga menjadi saksi tertulis jika suatu saat, Amrul Jihadi, Ph.D. resmi. Amiin YRA.

Salam hangat,

Hidup dan Bola

🍀❄🍁🌸

Hadapilah setiap pertandingan dalam hidup itu seperti sedang bermain bola. Selalu masih ada kesempatan untuk bertanding dan berbuat sebelum tiga peluit terakhir berbunyi.

Jangan takut untuk berlari dan menendang bolanya. Bola itu bulat, seperti juga takdirNya kepada kita. Kita tidak akan tahun akan ke mana dan akan jatuh seperti apa. Tugas kita adalah membawa bola menuju gawang dengan se-kemampuan kita.

Kalah dan menang ketika bertanding itu tidak mengapa. Yang mengapa adalah tidak bertanding ketika menganggap lawannya itu lebih kuat. Pun, jika kita harus menghadapi lawan yang benar-benar kuat, apa salahnya. Kita hanya tinggal bertanding. Malah, lawan yang lebih kuat membuat kita juga belajar banyak. Jika saatnya, kemenangan juga akan datang.

🌺🍀❄

Jadi, begitulah hidup. Mari bertanding dengan baik. Bola itu masih akan menggelinding selama peluit terakhir belum berbunyi.

Bukankah, hidup yang tidak diperjuangkan tidak akan dimenangkan. Kata seorang bijak.

Salam,

Merantau – Salah Satu Cara Memperluas Hidup

###

Di tanah rantauan, mau tidak mau kau akan dilatih untuk hidup ‘sendiri’ dan mandiri. Pada akhirnya, kau akan menjadi bebas melakukan apa pun yang kau inginkan. Sembari menanggung resiko dan menghadapi tantangan dari pilihan yang kau ambil.

Di luar itu, tertait tentang merantau, kau bisa baca tulisan Prof. Ariel Heryanto di link berikut: https://arielheryanto.com/2016/03/04/perantau/

Menjadi perantau itu memiliki kelebihan tersendiri yang tidak akan pernah kau dapatkan jika tidak merantau. Yang paling berubah adalah pola pikir, lalu kebiasaan sehari-hari. Jika kita menemukan pola pikir yang tepat, maka itu sangat bagus sekali. Jika pun tidak, selama tidak berhenti belajar, itu juga bagus. Kebiasaan sehari-hari yang dilakukan sendiri merupakan pengalaman yang pasti dirindukan oleh para perantau ketika sudah kembali ke ‘kampung halaman’. Tentu tidak semua kebiasaan di perantauan harus dibawa pulang.

Menurut pak Dahlan Iskan, perantau itu memiliki kesempatan yang jauh lebih tinggi untuk sukses dibandingkan dengan yang tidak merantau. Hal ini disebabkan perantau menggunakan sebagian besar waktunya dalam keseharian untuk melakukan yang benar-benar ingin dilakukannya. Jika tidak merantau, ia akan terkungkung dengan kondisi sosial di daerahnya. Ia tidak bisa secara bebas melakukan apapun yang diinginkannya. Pasti ada saja urusan yang ‘harus’ dilakukan di luar prioritas kehidupan yang benar-benar ingin dilakukannya. Silaturrahmi dengan kawan lah, diajak main-main lah, urusan keluarga lainnya lah, urusan dengan masyarakat lah, bercengkrama ngalor ngidul dengan teman-teman, santai-santai sambil ngopi, makan tinggal makan dan tidak akan takut akan makan apa nanti atau besok, banyak aturan yang mau tidak mau harus dijalankan. Ini bukan hal yang buruk ya. Tapi, ya, begitulah.

Bersepeda menuju Ichinoya Dormitory, Tsukuba

Pada titik tertentu, tidak merantau baik di satu sisi, namun memiliki banyak kelemahan di sisi lainnya. Jadi merantau lah, walaupun memang, tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk merantau.


Bagi mereka yang sudah merasakan merantau, kadang ia akan berpikir bahwa jika tidak merantau, kita memang bertahan hidup, tapi tidak hidup sesungguhnya. Ia jarang sekali akan punya banyak waktu untuk ambisi dan dirinya sendiri. Kecuali memang, ia punya komitmen yang kuat untuk dirinya sendiri.

Banyak hal yang bisa didapatkan dari merantau. Sudah banyak yang membahas ini. Boleh dicari di situs-situs lainnya.

Usahakan untuk pernah merantau, karena di sanalah kau bisa menemukan diri mu sendiri. Jika tidak ketemu ketika merantau, kau akan menemukannya ketika sudah tidak merantau.

Merantau lah, maka kau akan menemukan bahwa dunia ini selalu lebih luas dari yang kita pikirkan tentangnya. Jika belum bisa merantau secara fisik, paling tidak, kita bisa merantau secara pikiran.  

#Salam #Respost Tulisan sebelumnya